membicarakan hal paling ambisius yang kita punya
membicarakan harapan,
aku ingat ketika usiaku masih anak-anak, (harapan) begitu dekat dan nyata.
di satu pagi, ibu guru di sekolah menanyakan apa mimpi kita,
ada yang ingin jadi
presiden
dokter
tentara
polisi
astronot
superman,
dan semua orang bertepuk tangan untuk semua jawaban dari pertanyaan itu,
(tanpa penghakiman
tanpa perlu melihat latar belakang
tanpa pertanyaan siapa aku dan keluargaku),
seolah semua begitu mungkin jika kita berusaha,
ketika itu hidup begitu menyenangkan
yang kutahu hanya bermain
yang kutahu hanya menonton kartun tiap pagi sambil makan indomi
dan waktu berlalu, dan setiap waktu melahirkan tembok baru,
tembok setiap orang berbeda-beda
ada yang tebal
ada yang sangat tebal
tapi juga
ada yang tipis
ada yang berpintu,
dan kapan pun ia bisa masuk ke situ
asal kuncinya ada di tanganmu,
dan kita (yang bertembok ratusan lapis-lapisnya) pun bertanya-bertanya
seperti apa rasanya
bagi kita (yang bertembok ratusan lapis-lapisnya)
mungkin tembok-tembok itu harus bisa kita rubuhkan dengan alat seadanya,
saat satu tembok berhasil rubuh
dan kita berjalan melewati satu dari sekian lapisnya
waktu demi waktu
turut merubuhkan kekuatan kita
atau barangkali sisa umur kita
sudah tak sebanyak sisa lapisan tembok kita
lalu kita mengasihani diri sendiri,
mendoakan harapan yang gagal kita rawat
seseorang dari kejauhan (dengan kunci di tangannya) menyemangatimu
ayo, kamu pasti bisa
mereka tidak bertanya berapa lapis tembok yang perlu kita rubuhkan,
mereka tidak salah
karena bagi mereka hal tersebut cukuplah mudah,
hanya butuh kunci di tanganmu
Komentar
Posting Komentar